Rabu, 21 Oktober 2015

Cara Islam Melindungi dan Mengakhiri Kekerasan terhadap Anak (2)

Penerapan sistem Islam akan meminimalkan faktor-faktor yang bisa memicu kasus pelanggaran dan kekerasan terhadap anak


Oleh: Rahmawati Ayu Kartini
Islam, Pelindung Terbaik

Dalam tatanan masyarakat di mana liberalism dan kapitalisme tumbuh menjadi dasar dan acuan, mau tidak mau lahirlah persaingan bebas. Siapa yang memiliki modal terbesar, dialah yang menang. Modal itu bisa berupa harta, kecantikan atau ketampanan, jaringan atau relasi, dan fisik lainnya. Jika tidak memiliki, hilanglah peluangnya untuk menjadi orang sukses.
Inilah yang memicu persaingan tak sehat, perilaku culas dan keserakahan. Nilai-nilai kemanusiaan pun luntur. Berganti dengan sikap saling iri, dengki, hasud, dan dendam. Interaksi dalam masyarakatpun akhirnya tak lagi guyub (akrab), tapi egois dan individualis. Masyarakat yang merasa terpinggirkan pun akhirnya apatis.
Karena itu, produk hukum yang dilahirkan di era liberalism dan kapitalisme, sedikit banyak juga produk hukum yang berasoma liberalism dan kapitalisme. Tidak aka nada hukum yang mewakili semua umat manusia, kecuali hukum yang dibuat oleh Sang Khalik, pemilik manusia.
Semua masalah terkait anak juga terkait dengan perlindungan hukum di Indonesia. Selama ini, hukum yang diterapkan di berbagai lini kehidupan bersumber hukum buatan Belanda, yang menjauhkan dari nilai al-Quran dan as Sunnah.
Perlindungan anak hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem dan nilai Islam. Sistem Islam akan mampu mewujudkan perlindungan terhadap anak dengan tiga pilar: ketakwaan individu, kontrol masyarakat, serta penerapan sistem dan hukum Islam oleh negara.
Islam mewajibkan Negara untuk terus membina ketakwaan individu rakyatnya. Negara menanamkan ketakwaan individu melalui kurikulum pendidikan, seluruh perangkat yang dimiliki dan sistem pendidikan baik formal maupun informal. Negara menjaga suasana ketakwaan di masyarakat antara lain dengan melarang bisnis dan media yang tak berguna dan berbahaya, semisal menampilkan kekerasan dan kepornoan.
Individu rakyat yang bertakwa tidak akan melakukan kekerasan terhadap anak. Masyarakat bertakwa juga akan selalu mengontrol agar individu masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap hak anak. Masyarakat juga akan mengontrol negara atas berbagai kebijakan negara dan pelaksanaan hukum-hukum Islam.
Negara menerapkan sistem dan hukum Islam secara menyeluruh. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan negara akan mendistribusikan kekayaan secara berkeadilan dan merealisasi kesejahteraan. Kekayaan alam dan harta milik umum dikuasai dan dikelola langsung oleh negara. Seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat baik langsung maupun dalam bentuk berbagai pelayanan.
Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, Negara akan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu (pangan, sandang, dan papan); juga akan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar akan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan begitu, tekanan ekonomi sebagai salah satu faktor pemicu terbesar munculnya pelanggaran terhadap hak anak bisa dicegah sedari awal.
Kaum ibu juga tidak akan dipisahkan dari anak-anak mereka. Kaum ibu bisa melaksanakan fungsi sepenuhnya dalam merawat dan mendidik anak-anak mereka.
Penerapan sistem Islam akan meminimalkan faktor-faktor yang bisa memicu kasus pelanggaran dan kekerasan terhadap anak. Namun, jika masih ada yang melakukan itu, maka sistem ‘uqubat (sanksi hukum) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat. Caranya adalah dengan pemberian sanksi hukum yang berat, yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain berbuat serupa.
Pelaku kekerasan yang menyebabkan kematian anak, tanpa kekerasan seksual, akan dijatuhi hukuman qishash. Pelaku pedofili dalam bentuk sodomi, meski korban tidak sampai meninggal, akan dijatuhi hukuman mati. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
“Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, al-Hakim, dan al-Baihaqi).
Sebagai korban, tentunya anak tidak akan dikenai sanksi. Sebaliknya, ia akan dilindungi dan dijaga kehormatannya.
Jika kekerasan seksual terhadap anak itu dalam bentuk perkosaan, maka pelakunya jika muhshan (sudah menikah), akan dirajam hingga mati; sedangkan jika ghayr muhshan (belum menikah), akan dicambuk seratus kali. Jika pelecehan seksual tidak sampai tingkat itu, maka pelakunya akan dijatuhi sanksi ta’zir, yang bentuk dan kadar sanksinya diserahkan ijtihad Khalifah dan qadhi (hakim).
Pelaksanaan semua sanksi itu dilakukan secara terbuka, dilihat oleh masyarakat dan segera dilaksanakan tanpa penundaan lama. Dengan itu pelaku kekerasan terhadap anak tidak akan bisa mengulangi tindakannya. Anggota masyarakat lainnya juga tercegah dari melakukan tindakan kejahatan serupa.
Penutup
Tiap anak merupakan amanah Allah yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Dengan demikian, mereka merupakan ladang amal orangtuanya. Paradigma ini akan membuat orangtua berupaya mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Cermat mengidentifikasi hal-hal apa yang bisa menghantarkan diri dan anaknya meraih keridhaan Allah dan apa saja yang bisa menghalanginya.
Orangtua yang memiliki paradigma semacam ini, akan berupaya menjadikan dirinya dan keluarga menjadi sebuah benteng yang akan melindungi anak-anaknya dari hal-hal yang bisa mencelakakannya. Orangtua dan keluarga memegang peranan penting dalam menjaga dan mengawasi anak-anak dari ancaman apapun.
Masyarakat yang terdiri dari individu-individu bertakwa pun tidak akan cuek terhadap persoalan yang menyangkut anak. Anak orang lain akan dianggapnya anak sendiri, bila menyangkut aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar. Anak siapapun akan berusaha diselamatkannya dari aktivitas kejahatan dan perbuatan maksiat.
Begitupula Negara yang memiliki peran paling besar, karena mampu membuat aturan yang dapat menyuruh warganya berbuat baik atau mencegahnya dari perbuatan yang buruk. Negara mampu memberikan perlindungan terbesar bagi warganya. Bila ketiga komponen ini dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal, maka kekerasan terhadap anak akan dapat diakhiri. Wallahu a’lam bishowab.*

Pendidik, tinggal di Jember Jawa Timur

Tidak ada komentar:
Write komentar