Ruqyah adalah sebuah terapi dengan membacakan jampi-jampi. Sedangkan
Ruqyah Syar’iyah yaitu sebuah terapi syar’i dengan cara membacakan
ayat-ayat suci Al-Qur’an dan doa-doa perlindungan yang bersumber dari
sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ruqyah syar’iyah dilakukan
oleh seorang muslim, baik untuk tujuan penjagaan dan perlindungan diri
sendiri atau orang lain, dari pengaruh buruk pandangan mata manusia dan jin
(al-ain) kesurupan, pengaruh sihir, gangguan kejiwaan, dan berbagai
penyakit fisik dan hati. Ruqyah juga bertujuan untuk melakukan terapi
pengobatan dan penyembuhan bagi orang yang terkena pengaruh, gangguan
dan penyakit tersebut.
Ruqyah adalah terapi atau pengobatan yang sudah ada di masa jahiliyah. Dan ketika Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasulullah, maka ditetapkanlah Ruqyah yang dibolehkan dalam Islam. Allah menurunkan surat al-Falaq dan An-Naas salah satu fungsinya sebagai pencegahan dan terapi bagi orang beriman yang terkena sihir. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca kedua surat tersebut dan meniupkannya pada kedua telapak tangannya, mengusapkan pada kepala dan wajah dan anggota badannya. Dari Abu Said bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dahulu senantiasa berlindung dari pengaruh mata jin dan manusia, ketika turun dua surat tersebut, Beliau mengganti dengan keduanya dan meninggalkan yang lainnya” (HR At-Tirmidzi).
Berkata Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Fathul Bari (10/70),” Pengobatan cara nabi tidak diragukan kemampuan menyembuhkannya karena datang dari wahyu”. Berkata Ibnul Qoyyim dalam kitab as-Shahihul Burhan, “Al-Qur’an adalah tempat kesembuhan yang sempurna dari semua penyakit hati dan semua penyakit dunia dan akhirat. Jika Allah tidak menyembuhkan Anda dengan al-Qur’an, maka Allah tidak akan menyembuhkan Anda dengan yang lainnya”. Sedangkan yang terkait langsung dengan landasan ruqyah disebutkan dalam beberapa hadits, di antaranya:
Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata, ”Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya, “ Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Perlihatkan padaku ruqyah kalian. Tidak apa-apa dengan ruqyah jika tidak mengandung kemusyrikan .” (HR Muslim)
Hukum Ruqyah
Para ulama berpendapat pada dasarnya ruqyah secara umum dilarang, kecuali ruqyah syariah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Para ulama banyak membicarakan hadits ini, di antaranya yang terkait dengan ruqyah. Ulama sepakat bahwa ruqyah secara umum dilarang, kecuali tidak ada unsur kemusyrikan. Dan mereka juga sepakat membolehkan ruqyah syar’iyah, yaitu membacakan al-Qur’an dan doa-doa ma’tsurat lainnya untuk penjagaan dan menyembuhkan penyakit. Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarh kitab Sunan at-Tirmidzi, kesimpulan hukum ruqyah adalah bahwa jika ruqyah dengan tidak menggunakan Asma Allah, sifat-sifat-Nya, firman-Nya dalam kitab-kitab suci, atau tidak menggunakan bahasa Arab dan meyakini bahwa itu bermanfaat, maka hal itu bagian dari bersandar pada ruqyah. Oleh karenanya dilarang. Dalam konteks inilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam haditsnya:
Adapun selain itu, seperti berlindung dengan Al-Qur’an, Asma Allah Ta’ala dan ruqyah yang telah diriwayatkan (dalam hadits), maka itu tidak dilarang. Dan dalam konteks ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang meruqyah dengan Al-Qur’an dan mengambil upah :
Imam Hasan Al-Banna berkata, “Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib dan sejenisnya merupakan kemungkaran yang wajib diperangi, kecuali ruqyah (mantera) dari ayat-ayat Al-Qur’an atau ruqyah ma’tsurah (dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam).”
Praktek Ruqyah
Secara umum ruqyah terbagi menjadi dua, ruqyah sesuai dengan nilai-nilai Syariah dan ruqyah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Syariah. Adapun ruqyah sesuai Syari’ah harus sesuai dengan dhawabit syari’ah, yaitu:
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai kesempatan menyampaikan kepada para sahabatnya untuk melakukan ruqyah dzatiyah, yaitu seorang mukmin melakukan penjagaan terhadap diri sendiri dari berbagai macam gangguan jin dan sihir. Hal ini lebih utama dari meminta diruqyah orang lain. Dan pada dasarnya setiap orang beriman dapat melakukan ruqyah dzatiyah. Berkata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa,” Sesungguhnya tauhid yang lurus dan benar yang dimiliki seorang muslim adalah senjata untuk mengusir syetan”.
Beberapa hadits di bawah adalah anjuran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang beriman untuk melakukan ruqyah dzatiyah
Para ulama sepakat membolehkan mengambil upah dari mengobati dengan cara ruqyah syar’iyah. Bahkan dalam hadits terkenal tentang para sahabat yang meruqyah kepala suku yang terkena bisa ular, Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “ Saya tidak bersedia meruqyah sampai kalian memberiku upah”. Sehingga dalam kitab Shahih Al-Bukhari, salah satunya memasukkan hadits ini dalam bab al-ijarah. Dalam ujung hadits Abu Said Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Syekh Abdullah bin Baaz dalam kumpulan ceramah yang berjudul liqo-al ahibbah memfatwakan boleh tafarrugh (bekerja full time) dalam pengobatan ruqyah, beliau beralasan karena terkait dengan maslahat syar’iyat. Demikian juga fatwa syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Liqo-ul qurra membolehkan tafarrugh dalam pengobatan ruqyah.
Namun demikian karena pengobatan ruqyah adalah bagian dari fardhu kifayah dan kebutuhan ummat, maka sebaiknya jangan dijadikan sarana komersial atau bisnis murni, demikian halnya dengan pengurusan jenazah, khutbah, imam shalat, adzan dan iqomah, mengajarkan Al-Qur’an, bimbingan haji dll.
Sikap Dewan Syariah terhadap Ruqyah Syar’iyah
Demikian Bayan dan Panduan Ruqyah Dewan Syariah SIT dibuat untuk membentengi para kader dakwah dari berbagai macam penyimpangan Syariah.
Ruqyah adalah terapi atau pengobatan yang sudah ada di masa jahiliyah. Dan ketika Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasulullah, maka ditetapkanlah Ruqyah yang dibolehkan dalam Islam. Allah menurunkan surat al-Falaq dan An-Naas salah satu fungsinya sebagai pencegahan dan terapi bagi orang beriman yang terkena sihir. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca kedua surat tersebut dan meniupkannya pada kedua telapak tangannya, mengusapkan pada kepala dan wajah dan anggota badannya. Dari Abu Said bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dahulu senantiasa berlindung dari pengaruh mata jin dan manusia, ketika turun dua surat tersebut, Beliau mengganti dengan keduanya dan meninggalkan yang lainnya” (HR At-Tirmidzi).
Berkata Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Fathul Bari (10/70),” Pengobatan cara nabi tidak diragukan kemampuan menyembuhkannya karena datang dari wahyu”. Berkata Ibnul Qoyyim dalam kitab as-Shahihul Burhan, “Al-Qur’an adalah tempat kesembuhan yang sempurna dari semua penyakit hati dan semua penyakit dunia dan akhirat. Jika Allah tidak menyembuhkan Anda dengan al-Qur’an, maka Allah tidak akan menyembuhkan Anda dengan yang lainnya”. Sedangkan yang terkait langsung dengan landasan ruqyah disebutkan dalam beberapa hadits, di antaranya:
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كُنَّا فِي مَسِيرٍ لَنَا فَنَزَلْنَا
فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ فَقَالَتْ إِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ سَلِيمٌ (لذيغ)
وَإِنَّ نَفَرَنَا غَيْبٌ فَهَلْ مِنْكُمْ رَاقٍ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ
مَا كُنَّا نَأْبُنُهُ بِرُقْيَةٍ فَرَقَاهُ فَبَرَأَ فَأَمَرَ لَهُ
بِثَلَاثِينَ شَاةً وَسَقَانَا لَبَنًا فَلَمَّا رَجَعَ قُلْنَا لَهُ
أَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً أَوْ كُنْتَ تَرْقِي قَالَ لَا مَا رَقَيْتُ
إِلَّا بِأُمِّ الْكِتَابِ قُلْنَا لَا تُحْدِثُوا شَيْئًا حَتَّى نَأْتِيَ
أَوْ نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا
قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ذَكَرْنَاهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ وَمَا كَانَ يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ اقْسِمُوا
وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Said al-Khudri RA
berkata, “ Ketika kami sedang dalam suatu perjalanan, kami singgah di
suatu tempat. Datanglah seorang wanita dan berkata, “ Sesungguhnya
pemimpin kami terkena sengatan, sedangkan sebagian kami tengah pergi.
Apakah ada di antara kalian yang biasa meruqyah?” Maka bangunlah seorang
dari kami yang tidak diragukan kemampuannya tentang ruqyah. Dia
meruqyah dan sembuh. Kemudian dia diberi 30 ekor kambing dan kami
mengambil susunya. Ketika peruqyah itu kembali, kami bertanya, ”Apakah
Anda bisa? Apakah Anda meruqyah?“ Ia berkata, ”Tidak, saya tidak
meruqyah kecuali dengan Al-Fatihah.” Kami berkata, “Jangan bicarakan
apapun kecuali setelah kita mendatangi atau bertanya pada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika sampai di Madinah, kami ceritakan
pada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Dan beliau berkata, “ Tidakkah
ada yang memberitahunya bahwa itu adalah ruqyah? Bagilah (kambing itu)
dan beri saya satu bagian.” (HR Bukhari dan Muslim)Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata, ”Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah, dan kami bertanya, “ Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Perlihatkan padaku ruqyah kalian. Tidak apa-apa dengan ruqyah jika tidak mengandung kemusyrikan .” (HR Muslim)
Hukum Ruqyah
Para ulama berpendapat pada dasarnya ruqyah secara umum dilarang, kecuali ruqyah syariah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya
ruqyah (mantera), tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet) adalah
kemusyrikan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa menggantungkan sesuatu, maka dirinya akan diserahkan kepadanya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Al-Hakim)
عن
عِمْرَان قَالَ: قَالَ نَبِيّ اللّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- :
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفاً بِغَيْرِ حِسَابٍ”
قَالُوا: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللّهِ؟ قَالَ: “هُمُ الّذِينَ لاَ
يَكْتَوُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبّهِمْ
يَتَوَكّلُونَ
Dari Imran berkata, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,” Akan masuk surga dari umatku 70 ribu dengan
tanpa hisab”. Sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah ?” Rasul
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Mereka adalah orang yang tidak
berobat dengan kay (besi), tidak minta diruqyah dan mereka bertawakkal
pada Allah”. (HR Bukhari dan Muslim).Para ulama banyak membicarakan hadits ini, di antaranya yang terkait dengan ruqyah. Ulama sepakat bahwa ruqyah secara umum dilarang, kecuali tidak ada unsur kemusyrikan. Dan mereka juga sepakat membolehkan ruqyah syar’iyah, yaitu membacakan al-Qur’an dan doa-doa ma’tsurat lainnya untuk penjagaan dan menyembuhkan penyakit. Disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarh kitab Sunan at-Tirmidzi, kesimpulan hukum ruqyah adalah bahwa jika ruqyah dengan tidak menggunakan Asma Allah, sifat-sifat-Nya, firman-Nya dalam kitab-kitab suci, atau tidak menggunakan bahasa Arab dan meyakini bahwa itu bermanfaat, maka hal itu bagian dari bersandar pada ruqyah. Oleh karenanya dilarang. Dalam konteks inilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam haditsnya:
ما توكل من استرقى
”Tidaklah bertawakkal orang yang minta diruqyah.” (HR At-Tirmidzi)Adapun selain itu, seperti berlindung dengan Al-Qur’an, Asma Allah Ta’ala dan ruqyah yang telah diriwayatkan (dalam hadits), maka itu tidak dilarang. Dan dalam konteks ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang meruqyah dengan Al-Qur’an dan mengambil upah :
من أخذ برقية باطل فقد أخذتُ برقية حق
”Orang mengambil ruqyah dengan batil, sedang saya mengambil ruqyah dengan benar. ” (HR At-Tirmidzi)Imam Hasan Al-Banna berkata, “Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib dan sejenisnya merupakan kemungkaran yang wajib diperangi, kecuali ruqyah (mantera) dari ayat-ayat Al-Qur’an atau ruqyah ma’tsurah (dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam).”
Praktek Ruqyah
Secara umum ruqyah terbagi menjadi dua, ruqyah sesuai dengan nilai-nilai Syariah dan ruqyah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Syariah. Adapun ruqyah sesuai Syari’ah harus sesuai dengan dhawabit syari’ah, yaitu:
- Bacaan ruqyah berupa ayat-ayat al-Qur’an dan doa atau wirid dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
- Doa yang dibacakan jelas dan diketahui maknanya.
- Berkeyakinan bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan takdir Allah SWT.
- Tidak isti’anah (minta tolong) kepada jin (atau yang lainnya selain Allah).
- Tidak menggunakan benda-benda yang menimbulkan syubhat dan syirik.
- Cara pengobatan harus sesuai dengan nilai-nilai Syari’ah, khususnya dalam penanganan pasien lawan jenis.
- Orang yang melakukan terapi harus memiliki kebersihan aqidah, akhlaq yang terpuji dan istiqamah dalam ibadah.
- Tidak minta diruqyah kecuali terpaksa. Sehingga ruqyah yang tidak sesuai dengan dhawabit atau kriteria di atas dapat dikatakan sebagai ruqyah yang tidak sesuai dengan Syari’ah.
- Memenuhi permintaan jin.
- Ruqyah yang dibacakan oleh tukang sihir.
- Bersandar hanya pada ruqyah, bukan pada Allah.
- Mencampuradukkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan bacaan lain yang tidak diketahui artinya.
- Meminta bantuan jin
- Bersumpah kepada jin
- Ruqyah dengan menggunakan sesajen
- Ruqyah dengan menggunakan alat yang dapat mengarah kepada syirik dan bid’ah
- Memenjarakan jin dan menyiksanya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai kesempatan menyampaikan kepada para sahabatnya untuk melakukan ruqyah dzatiyah, yaitu seorang mukmin melakukan penjagaan terhadap diri sendiri dari berbagai macam gangguan jin dan sihir. Hal ini lebih utama dari meminta diruqyah orang lain. Dan pada dasarnya setiap orang beriman dapat melakukan ruqyah dzatiyah. Berkata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa,” Sesungguhnya tauhid yang lurus dan benar yang dimiliki seorang muslim adalah senjata untuk mengusir syetan”.
Beberapa hadits di bawah adalah anjuran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang beriman untuk melakukan ruqyah dzatiyah
“من قرأ آية الكرسي في دبر الصلاة المكتوبة كان في ذمة الله إلى الصلاة الأخرى”
“Siapa
yang membaca ayat Al-Kursi setelah shalat wajib, maka ia dalam
perlindungan Allah sampai shalat berikutnya” (HR At-Tabrani).
عن
عبد الله بن خُبَيْبٍ عن أَبيهِ قالَ: “خَرَجْنَا في لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ
وظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يُصَلّي
لَنَا قالَ فأَدْرَكْتُهُ فقالَ: قُلْ. فَلَمْ أَقُلْ شَيْئاً. ثُمّ قالَ:
قُلْ فَلَمْ أَقُلْ شَيْئاً. قالَ قُلْ فَقُلْتُ مَا أقُولُ قال قُلْ: قُلْ
{هُوَ الله أَحَدٌ} وَالمُعَوّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِي وتُصْبِحُ ثَلاَثَ
مَرّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلّ شَيْء”.
Dari Abdullah bin Khubaib
dari bapaknya berkata, ”Kami keluar di suatu malam, kondisinya hujan dan
sangat gelap, kami mencari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
untuk mengimami kami, kemudian kami mendapatkannya.” Rasul shalallahu
‘alaihi wa sallam berkata,” Katakanlah”. “ Saya tidak berkata sedikit
pun”. Kemudian beliau berkata, “Katakanlah.” “Sayapun tidak berkata
sepatahpun.” “Katakanlah, ”Saya berkata, ”Apa yang harus saya katakan?“
Rasul bersabda, ”Katakanlah, qulhuwallahu ahad dan al-mu’awidzatain
ketika pagi dan sore tiga kali, niscaya cukup bagimu dari setiap
gangguan.” (HR Abu Dawud, At-tirmidzi dan an-Nasa’i)
مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
“Siapa yang membaca dua ayat dari akhir surat Al-Baqarah setiap malam, maka cukuplah baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
مَنْ
نَزَلَ مَنْزلاً ثُمَّ قالَ: أعُوذُ بِكَلِماتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ
شَرّ مَا خَلَقَ، لَم يَضُرُّهُ شَيْءٌ حَتى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ
ذلكَ”.
“Siapa yang turun di suatu tempat, kemudian berkata,
‘A’udzu bikalimaatillahit taammaati min syarri maa khalaq’, niscaya
tidak ada yang mengganggunya sampai ia pergi dari tempat itu.” (HR
Muslim)Oleh karena itu orang beriman harus senantiasa melakukan
ruqyah dzatiyah dalam kesehariannya. Hal-hal yang harus dilakukan dengan
ruqyah dzatiyah adalah:- Memperbanyak dzikir dan doa yang ma’tsur dari Nabi SAW, khususnya setiap pagi, sore dan setelah selesai shalat wajib.
- Membaca Al-Qur’an rutin setiap hari
- Meningkatkan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.
- Menjauhi tempat-tempat maksiat
- Mengikuti majelis ta’lim dan duduk bersama orang-orang shalih.
Para ulama sepakat membolehkan mengambil upah dari mengobati dengan cara ruqyah syar’iyah. Bahkan dalam hadits terkenal tentang para sahabat yang meruqyah kepala suku yang terkena bisa ular, Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “ Saya tidak bersedia meruqyah sampai kalian memberiku upah”. Sehingga dalam kitab Shahih Al-Bukhari, salah satunya memasukkan hadits ini dalam bab al-ijarah. Dalam ujung hadits Abu Said Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ
“Bagilah (upah itu), dan beri aku satu bagian.”(Bukhari dan Muslim) Sedangkan
upaya menjadikan pengobatan ruqyah sebagai usaha rutin dan tafarrugh,
maka hukumnya sama dengan mengambil upah dari pengobatan yang lainnya.
Hal ini karena pengobatan ruqyah membutuhkan waktu yang cukup dan
dilakukan secara profesional. Begitu juga para peruqyah dituntut
senantiasa meningkatkan ilmu dan keikhlasan/ketaqwaan.Syekh Abdullah bin Baaz dalam kumpulan ceramah yang berjudul liqo-al ahibbah memfatwakan boleh tafarrugh (bekerja full time) dalam pengobatan ruqyah, beliau beralasan karena terkait dengan maslahat syar’iyat. Demikian juga fatwa syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Liqo-ul qurra membolehkan tafarrugh dalam pengobatan ruqyah.
Namun demikian karena pengobatan ruqyah adalah bagian dari fardhu kifayah dan kebutuhan ummat, maka sebaiknya jangan dijadikan sarana komersial atau bisnis murni, demikian halnya dengan pengurusan jenazah, khutbah, imam shalat, adzan dan iqomah, mengajarkan Al-Qur’an, bimbingan haji dll.
Sikap Dewan Syariah terhadap Ruqyah Syar’iyah
- Dewan Syariah mendukung Ruqyah Syar’iyah.
- Pengobatan ruqyah syar’iyah hendaknya dilakukan secara kelembagaan non Partai dan tidak menggunakan sarana/simbol Partai.
- Memiliki Pengawas Syariah untuk menghindari penyimpangan.
- Pengobatan ruqyah syar’iyah hendaknya menjadi bagian dari dakwah Islam.
- Dibolehkan mengambil upah dari pengobatan ruqyah syar’iyah. Sedangkan tafarrugh dalam hal ini diukur dari konteks kemashlahatan syar’iyah dan dakwah.
- Pengobatan dilakukan sesuai dengan gejala penyakit pasien dengan tahapan sebagai berikut:
Demikian Bayan dan Panduan Ruqyah Dewan Syariah SIT dibuat untuk membentengi para kader dakwah dari berbagai macam penyimpangan Syariah.
والله أعلم بالصـواب ,وهو الموفق إلى أقوم الطريق ,والحمد لله رب العالمين
relasi klik disini
relasi klik disini
M. Syukrillah, M.Th.I. dewan syariah Sekolah Islam Terpadu Kab. Lumajang |
Assalamu'alaikum Warahmatullah. trimakasih atas penjelasan tata cara ruqyah.... Dan Kita semua memang pantas untuk diruqyah.. karena Iblis tlah bersemayam didalam diri kita yang dengan sombongnya kita sendiripun kadang tidak menyadarinya.
BalasHapusDan yang lebih parah,, ketika yang menerangkan tentang rukyah itu sendiri yang perlu diruqyah..
Inilah yang ada didalam kehidupan kita, ketika Orang orang yang ber ilmu sudah dikuasai oleh iblis, Ilmu Agama pun menjadi bahan kajian tanpa langkah nyata di masyarakat. Ilmu hanya menjadi bahan untuk mencari kekuasa'an, dengan cara menghamba pada kekuasa'an dunia.
setan setan politik telah memecah belah ummat, dengan dalil berjuang untuk ummat, menjalin silaturrahim dan persaudara'an hanya ada pada golongan dan partainya, sedangkan yang bersebrangan dengan faham politiknya pastilah dijahui, dihujat,di caci maki. Padahal mereka itu adalah sesama muslim..
mereka lebih mementingkan keutuhan politik, dibanding Ukhuwah Islamiyah yang harus kita jaga.
Hahahahaaaaa..... Ternyata yang perlu diruqyah Adalah orang orang yang telah kesurupan Politik sehingga lupa dengan Agamanya yang harus di jaga..
Lihatlah.... bendera Islam yang ada di politik itu... Mengapa menyerang ummat Islam Yang lainnya...
Orang orang macam itulah yang perlu diruqyah.. biar segra sadar dan tidak menjadi penyakit didalam Islam itu sendiri.
Da'i itu milik ummat.. Maka berdakwah harus dengan cara yang bisa diterima olewh Ummat.
Wassalamu'alaikum.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus